Biarkan Saya Menjadi Kupu-Kupu
Alkisah terdapat sebuah kota kecil yang tenang dan jauh dari hingar bingar seperti kebanyakan kota-kota besar lainnya. Kota tersebut berada di sebuah pulau kecil yang dikelilingi oleh lautan tenang berwarna hijau toska. Dikisahkan di sana hiduplah sepasang kekasih yang saling mencintai. Kemanapun mereka pergi, mereka selalu pergi bersama.
Sebelum pagi menjelang mereka berlari berdampingan menuju dermaga di ujung Timur pulau. Mereka duduk di bibir dermaga membiarkan kaki mereka bergelantung diperciki buih-buih ombak yang pecah. Dengan perasaan yang tenang, mereka melemparkan pandangan mereka jauh ke kaki langit. Menyambut kedatangan sang Mentari.
Lembayung jingga menyeruak menghiasi langit. Jemari mereka bertautan membentuk semacam jalinan yang kokoh sambil sekali-kali terdengar tawa ringan keduanya.
Terkadang mereka bersama-sama berjalan menyusuri jalanan berbatu menuju kaki bukit. Di sanalah mereka menggelar tikar, duduk dan memakan bekal yang mereka bawa. Di kanan kiri mereka bermekaran berbagai jenis bunga: tulip, mawar, dafodil, matahari dan krisan. Ada yang putih, merah, ungu, kuning dan oranye. Warna-warni cerahnya tumpang tindih tidak beraturan menciptakan keindahan tersendiri.
Sehabisnya perbekalan mereka, pasangan kekasih itu berlari-lari kecil menerobos hamparan warna-warni bunga yang indah.
Saat senja menjelang, mereka berdua mengayuh sepeda mereka menuju pantai di ujung Barat. Segera setelah menyenderkan sepeda mereka di pohon kelapa, mereka lepas alas kaki yang mereka kenakan. Tangan mereka saling berpegangan, dengan ringan kaki mereka mengalun dan tersapu lidah ombak yang menjulur ke pantai.
Perlahan alunan kaki mereka berhenti seiring dengan turunnya sang Surya. Tubuh mereka terhempas di atas lembutnya pasir putih. Sekali lagi mata mereka tertuju pada sang Surya yang kini tenggelam jauh ke dasar samudera.
Hari demi hari cinta mereka terus bersemi. Pertalian kasih mereka semakin hari, semakin kuat. Binar asmara antara keduanya terpancar jelas dari sorot mata mereka.
Suatu hari ketika menjelang malam, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Tanpa mempedulikan derasnya air hujan, sepasang kekasih itu terus mengayuh sepeda mereka. Lampu-lampu sepanjang bibir jalan tidak mampu menembus derasnya hujan yang turun. Tiba-tiba saja dari arah yang tidak terduga sebuah truk melaju dengan kencang. Si laki-laki yang tepat berada di depan si perempuan terhempas dan terpelanting jatuh ke rerumputan. Saat itu juga terdengar teriakan yang keras dari si perempuan.
Si laki-laki mengalami luka yang sangat parah. Sejumlah tulang rusuknya patah dan di kepalanya terdapat luka yang cukup dalam. Dengan setia si perempuan menemani si laki-laki yang terbaring tak sadarkan diri semenjak peristiwa naas itu.
Setiap malam dia berdoa kepada Tuhan agar kekasihnya itu segera siuman dan sembuh dari luka-lukanya. Hari demi hari berlalu, si laki-laki tidak kunjung sadar juga.
Si perempuan pun tampak sama menyedihkannya. Wajahnya yang dahulu bersinar bak rembulan, kini pucat pasi. Matanya yang dahulu berbinar laksana bintang, kini suram dengan bergelayutnya kantung mata. Yang bisa dilakukannya hanyalah berdoa dan menangis mengasihi kekasihnya yang terbaring.
Sampai akhirnya pada suatu malam Tuhan mengabulkan permintaannya. Tuhan bertanya pada si perempuan apakah ia rela mengorbankan nyawanya bagi kesembuhan kekasihnya. Tanpa ragu-ragu si perempuan mengiyakan pertanyaan Tuhan. Tuhanpun berjanji akan menyembuhkan kekasihnya itu, tetapi dengan syarat si perempuan harus bersedia menjadi kupu-kupu selama tiga tahun. Mendengar tawaran tersebut si perempuan setuju dan seketika dirinya menjelma menjadi seekor kupu-kupu.
Keesokan harinya si perempuan yang kini telah menjelma menjadi seekor kupu-kupu terbang mendekati jendela kamar tempat kekasihnya dirawat. Secara ajaib kini kekasihnya telah sadar dan tengah duduk di pinggir ranjang. Di sana juga ia melihat seorang dokter yang tersenyum dan terkagum-kagum.
Tidak ada yang bisa ia dengar. kaca jendela itu menghalanginya untuk mendengar percakapan di dalam sana. Namun begitu jelas baginya, sang kekasih yang ia cintai kini sudah sembuh seperti sedia kala. Hatinya senang dan bahagia.
Namun kegembiraan hatinya tidak berlangsung lama. Tidak lama berselang setelah sang kekasihnya diperbolehkan untuk pulang, si kupu-kupu mulai merasakan kesedihan. Kesedihannya itu tidak lain muncul akibat kesedihan dan kebingungan si laki-laki yang mencari keberadaan kekasih pujaannya.
Sepanjang pagi si laki-laki duduk termenung di atas dermaga menunggu kedatangan kekasihnya yang menghilang. Sepanjang siang si laki-laki berjalan lesu di tengah-tengah taman bunga warna-warni.
Tatapannya kosong, tarikan nafasnya menyedihkan. Di penghujung hari ia akan tergolek lemas sepanjang bibir pantai tempat ia dan kekasihnya biasa menikmati matahari terbenam. Hatinya kini kosong dan hampa, seolah diperas keras-keras. Luka hatinya menganga lebar, terluka oleh sayatan rindu akan kekasihnya.
Si laki-laki tidak sadar kalau selama ini kekasihnya tetap berada begitu dekat dengannya. Kekasihnya yang kini telah menjelma menjadi kupu-kupu yang tidak kalah cantiknya terkadang bertengger di pundaknya kala ia termenung di dermaga.
Si laki-laki tidak sadar kalau selama ini kekasihnya terbang mengiringi langkahnya sepanjang taman bunga. Si laki-laki tidak menyadari kalau kupu-kupu yang mengitarinya kala senja datang adalah kekasihnya yang ia rindukan.
Musim panas pun berlalu dengan cepat, musim gugur pun segera digantikan musim dingin. Tanpa bisa ditawar lagi, si kupu-kupu harus terbang jauh ke Selatan. Sebelum pergi, sekali lagi ia sapukan sayap rapuhnya ke wajah kekasihnya. Isakan dari mulutnya yang kecil tentu tidak terdengar oleh kekasihnya. Segera ia terbang jauh ke selatan meninggalkan kekasihnya yang sama-sama terkurung dalam jurang kesedihan.
Musim datang silih berganti dengan cepatnya, tanpa terasa musim dingin berlalu dan bunga-bunga mulai bersemi kembali. Si kupu-kupu pun kembali ke kotanya lagi. Dengan rindu yang menumpuk dalam dadanya ia terbang bersama angin mencari kekasihnya.
Akhirnya ia menemukan kekasihnya sedang melintasi hamparan bunga yang sedang bersemi. Ada yang berbeda dengan pemandangan kali ini, raut wajah kekasihnya tidak lagi memancarkan kesuraman, wajahnya kembali berbinar seperti sediakala. Dekat dengannya berdiri seorang gadis yang wajahnya sama berbinarnya dengan wajah kekasihnya.
Perlahan si kupu-kupu berputar di atas kekasihnya dan gadis yang sedang bersamanya. Semakin dekat dengan mereka berdua, si kupu-kupu mulai sadar kalau ada sesuatu diantara kekasihnya dan gadis itu. Dari cara mereka memandang, berbicara, berpegangan dan tertawa rasanya ia pernah mengalami episode yang sama, namun kali ini tokoh utamanya bukan lagi dia. Hatinya remuk, bagaimana bisa posisinya tergantikan.
Hari demi hari berlalu, si kupu-kupu tidak lagi berani bertengger di bahu kekasihnya. Yang ia lakukan hanyalah berputar-putar jauh di atas kekasihnya. Terkadang ia tidak mengiringi kekasihnya lagi.
Terlalu menyakitkan baginya melihat kekasihnya bersama orang lain. Dari cerita orang-orang akhirnya ia tahu kalau gadis itu adalah dokter yang selama ini merawat kekasihnya. Dari cerita orang-orang si kupu-kupu paham bagaimana sang dokter dengan sabar menemani kekasihnya sepanjang musim dingin yang suram. Hari-hari pun berlalu lebih cepat lagi, musim dinginpun datang kembali. Si kupu-kupu pun terbang ke Selatan membawa hati yang hancur.
Sekali lagi bunga kembali bersemi di kaki bukit, pertanda tahun ketiga. Tuhan berkata kalau esok hari si kupu-kupu akan menjadi manusia kembali.
Sesampainya si kupu-kupu di kota tempat ia dan kekasihnya dahulu menjalin kasih, ia mendapati kekasihnya dan sang dokter sedang melangsungkan pernikahan di tengah taman bunga tempat ia dan kekasihnya dahulu menghabiskan siang bersama. Riuh rendah tepuk tangan disertai senyum para tamu undangan mengiringi janji pernikahan kekasihnya dan sang dokter.
Kemudian Tuhan bertanya kembali kepada si kupu-kupu apakah ia ingin menjadi manusia kembali. Dengan seulas senyum si kupu-kupu menjawab:
“Tidak Tuhan, biarkan saya menjadi kupu-kupu.”
Mencintai bukan berarti memiliki, tetapi memiliki berarti harus mencintai. Cukup bagi mereka yang mencintai melihat kekasihnya bahagia.
P.S: Cerita ini dikembangkan dari cerita yang pernah saya baca di suatu forum. Silakan berikan komentar bila Anda tahu sumber aslinya.